‘Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya’ dan bagaimana manusia menanggung hidup

“Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya” adalah tentang bagaimana manusia harus menanggung cinta dan hidup masing-masing.

Dan Tuhan berkata, “Jadilah terang.”

Saya tidak pernah percaya pada Tuhan dengan kapital-T karena di agama yang saya anut, tidak ada konsep ketuhanan dan penciptaan. Tapi saya percaya pada manusia dan kata-kata.

Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya, sebuah debut fiksi dari Raka Ibrahim, mengingatkan tentang betapa sakralnya sebuah cerita.

Kisah pertama mengenalkan pembaca pada sosok Pak Tua, yang senang berkeliling kelurahan dengan menaiki becak, bercerita tentang mereka yang sudah pergi dan masa-masa yang sudah lalu.

Pak Tua adalah sosok yang kita semua kenal: termakan pahitnya hidup dan tergerus waktu. Dia lahir pada zaman yang berbeda, dibesarkan dengan nilai yang berbeda, dan sebagai akhirnya terus berbenturan dengan kenyataan di masa kini. Tapi kamu tahu dia tidak jahat terhadap orang-orang yang dia cintai, dia hanya -seberapapun klise terdengarnya- ketinggalan zaman. Pak Tua harus kehilangan orang-orang yang dia cintai, karena dia tidak bisa mengarungi arus perubahan dengan lebih baik.

Tentu saja, ada satu atau dua hal yang mungkin bisa kita pelajari dari Pak Tua dan pandangan hidupnya yang dia cengkeram erat. Salah satunya ini:

“Bahagia bagaimana, Pak Dokter?” tanya Pak Tua, kala itu. “Saya diajarkan untuk bersyukur, bukan berbahagia.”

Raka Ibrahim dalam Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya

Sungguh sebuah sentilan untuk generasi yang tidak pernah bisa duduk diam, senantiasa bergerak dalam mengejar kebahagiaan, di mana bersyukur seringnya mengambil bentuk sebagai tagar di sosial media.

Raka tidak pernah membocorkan apakah akhirnya Pak Tua bisa berbahagia di Penida seperti impiannya. Tapi meski saya tidak setuju dengan beberapa perilaku Pak Tua, saya tetap mau dia bahagia.

Processed with VSCO with a6 preset

Kisah-kisah selanjutnya bercerita tentang orang-orang dari daerah-daerah yang jauh, tapi tetap terasa familiar. Raka sering meminjam kisah-kisah yang sudah akrab dengan kita, lalu memberikan muatan lokal dan menjadikan cerita itu miliknya sendiri.

Satu hal yang bisa saya bilang: Raka adalah pencerita yang baik. Dia juga sebuah penanya yang usil, dan pengamat yang tajam. Lebih dari segalanya, di atas semua kata-kata dan kalimat soal agama dan pencipta, Raka paham tentang manusia.

Cerita yang paling menyentuh saya pribadi adalah cerita terakhir, berjudul “Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya”, yang bercerita soal manusia, cinta, kehilangan, dan hal-hal manusiawi lainnya.

Sekilas, ini adalah cerita sepasang kekasih yang berpisah. Lalu terungkap bahwa ini adalah cerita soal pencarian. Barulah kemudian, setelah membaca kutipan berikut, saya sadar bahwa sesungguhnya ini adalah soal kesepian. Bukan sebatas sepi karena tidak ada yang menemani, tapi sunyi dan dingin yang hadir ketika diri kita sendiri tidak bisa menjadi cukup.

Kau bilang, kau telah lupa bagaimana caranya menyayangi dirimu sendiri, tanpa mesti mencari kepastian di mata orang lain. Kau bilang, kau sudah lama tidak bangun dari tidurmu, berkaca, dan sepakat dengan dirimu sendiri bahwa sosok yang tampak di cermin itu adalah perempuan yang layak hidup di dunia. Kau bilang, malam-malam panjang yang kau habisi sendirian tidak bisa ditawar dengan kata-kata cinta apa pun. Karena mau bagaimana pun juga, setiap kata yang aku tuliskan untukmu -termasuk sekarang ini juga- akan percuma, jika nuranimu tidak setuju.

Raka Ibrahim dalam Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya

“Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya” adalah tentang bagaimana manusia harus menanggung cinta dan hidup masing-masing. Seberapa besarnya orang lain menyanyangimu tidak akan ada artinya saat kita tidak bisa menyayangi diri sendiri. Cinta yang terlalu besar di saat kita sendiri rapuh hanya akan menjadi perangkap atau malah beban.

Buku ini boleh berjudul Bagaimana Tuhan Menciptakan Cahaya, tapi cerita-cerita di dalamnya adalah mengenai kerumitan-kerumitan hidup yang baru terlihat ketika gelap tersibak dan lampu panggung dinyalakan. Buat saya, Raka Ibrahim adalah penerang yang baik dalam setiap karangannya.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.